Sekolah sebagai sebuah organisasi dituntut untuk dapat memecahkan: (1) masalah tentang bagaimana memperoleh sumber daya yang mencukupi dan dapat menyesuaikan dengan tuntutan lingkungannya, (2) masalah tentang upaya-upaya pencapaian tujuan pendidikan di sekolah, (3) masalah pemeliharaan solidaritas, dan (4) masalah upaya menciptakan dan mempertahankan keunikan nilai yang dkembangkan di sekolah.
Keempat hal di atas menjadi kerangka acuan dalam mengembangkan sekolah sehat. Sekolah sehat pada dasarnya merupakan bagian dari kajian tentang iklim sekolah atau budaya sekolah, yang di dalamnya membicarakan tentang kemampuan sekolah untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi sekolah dan kemampuan sekolah dalam mengatasi berbagai tekanan eksternal yang dapat mengganggu terhadap pencapaian tujuan pendidikan di sekolah. Dalam bukunya yang berjudul Educational Administration, Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel (2003) memaparkan tentang kriteria sekolah sehat, yang terbagi ke dalam tiga level dan tujuh dimensi, yang dijadikannya sebagai kerangka penyusunan Organizational Helath Inventory (OHI).
A.Level Lembaga,
Level lembaga merupakan level yang berkaitan dengan hubungan organisasi dengan lingkungannya. Hal ini penting untuk kepentingan legitimasi dan dukungan masyarakat terhadap sekolah.
1.Institutional Integrity
Institutional integrity merujuk kepada keutuhan segenap program pendidikan di sekolah. Sekolah tidak menjadi sasaran empuk dan mampu melindungi diri secara sukses dari berbagai serangan dan tekanan kekuatan eksternal yang merugikan.
B. Level Manajerial
Level manajerial merujuk kepada kegiatan untuk menjembatani dan mengendalikan usaha-usaha internal organisasi sekolah. Kepala sekolah merupakan petugas adminitratif yang utama di sekolah, yang harus dapat menemukan cara-cara terbaik untuk mengembangkan loyalitas, kepercayaan dan motivasi guru, serta dapat mengkoordinasikan setiap pekerjaan di sekolah.
2. Principal Influence
Principal influence merujuk kepada kemampuan kepala sekolah untuk mempengaruhi tindakan para atasan. Kepala sekolah dapat bertindak persuasif, bekerja secara efektif dengan atasan, dan menunjukkan kemandiriannya (independensi) dalam berfikir dan bertindak.
3. Consideration
Consideration merujuk pada perilaku kepala sekolah yang bersahabat, suportif, terbuka dan kolegial.
4. Initiating Structure
Initiating Structure merujuk pada perilaku kepala sekolah yang berorientasi pada tugas dan prestasi. Kepala sekolah memiliki sikap dan ekspektasi yang jelas tentang prosedur dan standar kinerja bawahannya (guru).
5.Resource Support
Resource Support merujuk pada ketersediaan bahan-bahan atau perlengkapan yang diperlukan dan digunakan untuk kepentingan pembelajaran di kelas secara memadai.
C. Level Teknis
Level teknis berkaitan dengan proses belajar mengajar dan tanggung jawab guru terhadap pendidikan siswa sebagai produk sekolah.
6. Morale
Morale merujuk pada rasa saling percaya, percaya diri, semangat, dan persahabatan yang diperlihatkan para guru dan Para guru memiliki kepekaan terhadap pencapaian prestasi kerjanya
7. Academic Emphasis
Academic Emphasis merujuk pada usaha sekolah untuk menekankan pencapaian prestasi, khususnya prestasi akademik para siswanya. Lingkungan pembelajaran ditata secara sungguh-sungguh. Guru-guru merasa yakin terhadap kemampuan siswanya untuk meraih prestasi, para siswa bekerja keras dan pemberiaan penghargaan kepada setiap orang yang mampu menunjukkan prestasi akademiknya.
Kebalikan dari sekolah sehat adalah sekolah tidak sehat, Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein (2004) menyebutnya sebagai ”Sekolah Sakit” Ciri-ciri sekolah yang tidak sehat atau sakit adalah :
Pada level lembaga, sekolah mudah diserang oleh kekuatan-kekuatan luar yang bersifat destruktif (merusak). Kepala sekolah, guru-guru dan staf tata usaha diberondong hal-hal yang tidak rasional oleh orang tua dan kelompok masyarakat tertentu dan sekolah tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi tekanan-tekanan tersebut.
Pada level manajerial, kepala sekolah tidak mampu menyediakan kepemimpinannya secara memadai, dalam arti kurang memberikan pengarahan, perhatian dan dukungan terhadap guru yang rendah, bekerja di bawah tekanan atasan.
Pada level teknis, moral atau semangat kerja guru sangat rendah, para guru kurang memperhatikan tentang pekerjannya. Mereka bertindak sendiri-sendiri, saling curiga, dan defensif (selalu mempertahankan atau membela diri). Dalam upaya mencapai keunggulan akademik sangat terbatas. Singkatnya, bahwa dalam sekolah sakit, setiap orang akan berfikir dan bertindak “bagaimana nanti”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar